RAHASIA UNTUK MENGUBAH DUNIA



Ketika aku masih muda dan bebas berkhayal, aku bermimpi ingin mengubah dunia. Seiring dengan bertambahnya usia dan kearifanku, kudapati bahwa dunia tak kunjung berubah. Maka cita-cita itupun agak kupersempit, lalu kuputuskan untuk hanya mengubah negeriku. Namun tampaknya hasrat itupun tiada hasilnya. Ketika usiaku semakin senja, dengan semangat yang masih tersisa, kuputuskan untuk mengubah keluargaku, orang-orang yang paling dekat denganku. Tetapi celakanya mereka pun tidak mau diubah! Dan kini sementara aku berbaring saat ajal menjelang, tiba-tiba kusadari : “andaikan yang pertama kuubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku. Lalu berkat inspirasi dan dorongan mereka, bisa jadi akupun mampu memperbaiki negeriku; kemudian siapa tahu, aku bahkan bisa mengubah dunia!” Tulisan yang mengharukan tersebut dipahat di atas sebuah makam di westminster abbey, inggris, dengan catatan tahun 1100 masehi.


Setiap dari kita mungkin pernah pada suatu saat memiliki keinginan dan keyakinan yang begitu kuat untuk mengubah dunia. Entah pada saat kita kanak-kanak, remaja, dewasa, bahkan setelah kita memasuki usia senja. Namun pada akhirnya waktu jugalah yang menguji tekad dan keyakinan kita tersebut. Hari demi hari berganti, bulan demi bulan berlalu, dan tak terasa usia kita terus bertambah sehingga bahkan sebahian dari kita mungkin mulai berpikir tidak akan lama lagi berada di dunia ini. Namun apa yang terjadi dengan keinginan kita untuk mengubah dunia? Ketika kita menelusuri kembali perjalanan hidup kita, ternyata tidak banyak yang kita ubah seperti tulisan pada makam di atas. Bahkan bisa jadi kita hampir tidak bisa mengubah diri kita sendiri. Untuk menghindari nasib tragis seperti kisah di atas, ada baiknya kita mencari tahu apa yang salah sehingga kita bisa segera memperbaikinya dan memanfaatkan waktu yang masih kita miliki sebaik-baiknya untuk mengubah dunia.
Setiap orang pada dasarnya memiliki keinginan untuk mengubah dunia atau paling tidak sebagian dari dunia. Khususnya ketika orang tersebut masih berusia muda, memiliki semangat yang kuat dan keyakinan yang tinggi. Namun demikian, tidak banyak yang mengetahui dan menyadari dari mana dan bagaimana memulai sebuah perubaha. Untuk lebih jelasnya marilah kita simak satu situasi sederhana berikut ini.
Pada saat berbincang-bincang dengan rekan sejawat Anda, topik pembicaraan mana yang paling menarik untuk dibahas?

  1. Situasi perekonomian dunia yang dipicu oleh tidak menentunya harga minyak bumi.
  2. Iklim politik tanah air dan perkiraan pemenang pemilu tahun depan.
  3. Kemacetan yang terus meningkat di kota Anda.
  4. Kondisi persaingan bisnis di industri tempat dimana Anda bekerja.
  5. Kebijakan manajemen puncak tempat dimana Anda bekerja.
  6. Menumpuknya pekerjaan Anda akhir-akhir ini.

Berdasarkan pengamatan dan survey yang saya lakukan,sebagian besar memilih untuk membicarakan topik nomor 1 sampai nomor 5. Bahkan topik nomor 1 sampai topik nomor 3 menjadi bahan pembicaraan di kalangan luas mulai dari pembicaraan di warung-warung di pinggir jalan, sampai pembicaraan para pejabat dan eksekutif perusahaan. Topik nomor 6 biasanya hanya dibicarakan di meja-meja rapat itu pun harus dengan diembel-embeli workshop atau lokakarya yang mengambil tempat di hotel berbintang atau villa yang sejuk dan jauh dari tempat kerja dengan diselingi (atau bahkan tergantikan) oleh pembicaraan topik nomor 1 sampai nomor 5. Lebih menariknya lagi, topik nomor 6, kalaupun sengit dibicarakan, hanya sedikit yang menyangkannya dalam rencana kerja yang cukup jelas dan rinci. Bahkan bila sudah ditulis dalam rencana kerja yang cukup jelas dan rinci, hanya sedikit yang benar-benar melakukannya.
Suatu ketika, saya menemukan jawaban yang sanget menarik dalam salah satu sesi pelatiahan yang saya ikuti. Dalam pelatihan tersebut, saya diajarkan bahwa setiap orang sesungguhnya memiliki tiga lingkaran dengan pusat yang sama dalam kaitannya dengan perubahan. Lingkaran yang paling luar adalah lingkaran pengamatan (circle of attention). Pada lingkaran ini, kita hanya bisa menjadi penonton. Kita praktis tidak memiliki kekuatan untuk melakukan apa-apa selain menerima yang terjadi. Kembali pada lima topik pembicaraan di atas, topik nomor 1 sampai topik nomor 3 berada pada circle of attention bagi kebanyakan orang kecuali orang itu memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk mempengaruhi situasi-situasi tersebut. Kemungkinan lainnya, orang tersebut kebetulan menjadi pelaku dari peristiwa tersebut sehingga ia memiliki pengaruh terhadap fenomena yang sedang terjadi. Di luar kedua kemungkinan tersebut, usaha yang bisa kita lakukan hanya doa. Lingkaran yang kedua adalah lingkaran perhatian (circle of concern). Pada lingkaran ini, kita menjadi pemeran figuran. Kita bisa berinteraksi dengan pemeran utama atau pemeran pembantu, tetapi kita tidak bisa berbuat banyak selain memberikan dukungan berupa upaya dan mungkin dana. Topik nomor 4 dan 5 berada pada lingkaran perhatian ini. Kecuali, tentu saja, kitalah penguasa bisnis di industri tersebut atau manajemen puncak di perusahaan kita. Lingkaran yang ketiga, yang merupakan lingkaran yang paling dalam, adalah lingkaran pengaruh (circle of influence). Pada lingkaran ini, kita menjadi pemeran utama. Kita bisa melakukan sesuatu untuk menciptakan perubahan. Topik nomor 6 berada pada lingkaran paling dalam ini. Memang lingkaran pengaruh ini mungkin terasa kecil bagi seseorang pada awalnya. Namun demikian, bila lingkaran ini mampu digarap dengan baik dan sungguh-sungguh, lingkaran ini akan membesar sehingga apa yang tadinya berada pada lingkaran perhatian dan bahkan lingkaran pengamatan bisa masuk ke dalam lingkaran pengaruh tersebut.
Dalam salah satu kesempatan memberikan pelatihan di Bandar Lampung, saya berjumpa dengan seseorang vice president sebuah perusahaan distribusi ayam yang juga menjadi pembicara tamu pada program pelatihan tersebut. Beliau menuturkan kisah suksesnya meniti karir di perusahaan yang menguasai distribusi ayam se-Sumatera tersebut. Berawal dari seorang salesman, Pak Agus, begitu panggilan beliau, mulai melakukan perubahan berawal dari lingkaran pengaruhnya. Sebagai contoh, Pak Agus mencatat stock ayam yang tersedia di setiap peternakan meskipun tidak diperintahkan oleh atasannya. Pak Agus juga membangun hubungan yang baik dengan para peternak meskipun dalam mata rantai bisnis, sebenarnya Pak Agus ini adalah customer bagi para peternak tersebut. Komitmen Pak Agus untuk mengubah apa yang ada di lingkaran pengaruhnya telah memberinya kesempatan untuk mengubah apa yang ada di lingkaran perhatiannya.Suatu ketika, perusahaan distribusi tersebut membutuhkan suplai ayam dengan jumlah yang besar dalam waktu yang singkat. Para salesman yang lain serta merta menjadi panik dan menyatakan tidak sanggup memenuhi permintaan tersebut.Sebaliknya, Pak Agus, yang memang sudah mengetahui jumlah ayam yang ada di masing-masing peternakan dan didukung hubungan baik dengan para peternak, segera menyanggupi permintaan tersebut. Upaya-upaya luar biasa terus dilakukan oleh Pak Agus untuk mengubah apa yang bisa diubah seperti melampaui target penjualan yang menantang. Perlahan-lahan, lingkaran pengaruh Pak Agus di perusahaan itupun membesar. Hasilnya bisa ditebak, Pak Agus menjadi general manager dan kemudian vice president termuda di perusahaan tersebut.Sekarang, dengan kedudukan yang jauh lebih tinggi, Pak Agus memiliki lingkaran pengaruh yang jauh lebih besar. Hal-hal yang tadinya berada pada lingkaran perhatian atau bahkan lingkaran pengamatan, sekarang telah masuk ke dalam lingkaran pengaruhnya.
Kesalahan yang sering kali terjadi pada saat seseorang berusaha melakukan perubahan adalah Ia justru sibuk mengubah apa yang ada di lingkaran pengamatan tanpa memperbesar lingkaran pengaruhnya. Bahkan yang lebih mendasar lagi, banyak orang yang bahkan tidak bisa membedakan mana yang berada di lingkaran pengamatan, mana yang berada di lingkaran perhatian dan mana yang berada di lingkaran pengaruh baginya. Terkadang, memang tidak mudah menyadari keberadaan ketiga lingkaran tersebut apalagi membedakannya. Untuk bisa menggunakan ketiga lingkaran tersebut dengan tepat, dibutuhkan kebesaran jiwa, keberanian dan kebijaksanaan seperti dipanjatkan oleh Reinhold Nieburh dalam doanya pada tahun 1926. Tuhan, berikan lah aku kebesaran jiwa untuk menerima hal-hal yang tak dapat kuubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang dapat kuubah dan kebijaksanaan untuk membedalan keduanya. Terkadang, mungkin kita tidak dapat mengubah sesuatu namun kita tidak bisa menerima kenyataan tersebut. Pada kesempatan lain, kita sebenarnya bisa melakukan perubahan, namun kita tidak memiliki cukup keberanian untuk memulainya. Namun yang lebih penting lagi, kita seringkali kehilangan pijakan pada saat harus membedakan mana yang bisa kita ubah dan mana yang belum saatnya kita ubah. Semoga Anda memiliki kebijaksanaan yang satu ini untuk mulai mengubah dunia!
Catatan: 
Tulisan diatas ditulis oleh Jemy V Confido dan dimuat di LIONMAG edisi Januari 2014 tanpa perubahan. Semoga bermanfaat!

Komentar

Postingan Populer